Rabu, 11 Juli 2012

Dapatkah Koperasi sebagai Pilar Perekonomian Bangsa?

Oleh : Drs. H. Done Ali Usman, M.AP. Koperasi adalah suatu lembaga sosial-ekonomi "untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama". Upaya ini dapat tumbuh dari dalam diri masyarakat sendiri berkat munculnya kesadaran pemberdayaan diri (self empowering), namun dapat pula ditumbuhkan dari luar masyarakat sebagai upaya pemberdayaan oleh agents of development, baik oleh pemerintah, elit masyarakat, maupun oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan, LSM dll.
Dengan kata lain, menolong diri sendiri secara bersama-sama itulah yang apabila diformalkan (dilembagakan) akan menjadi badan usaha bersama, yang lazim kita sebut sebagai Koperasi.

Sekelompok mereka ini bersepakat untuk bersama-sama memenuhi kepentingan bersama itu (dalam semangat kolektivita dengan tetap mempertahankan individualita). Hanya kepentingan bersama yang diurus oleh Koperasi, sedangkan kepentingan orang-seorang anggota diurus sendiri-sendiri di luar Koperasi. Jika suatu jenis kebutuhan diperlukan oleh, katakanlah sekitar sepertiga jumlah anggota, maka jenis kebutuhan ini dapat dikatakan sebagai kepentingan bersama.

Koperasi sering disebut sebagai "kumpulan orang". Namun tidak berarti di dalam koperasi uang tidak penting, di dalam koperasi manusialah yang diutamakan, setiap orang (anggota) dihormati harkat martabatnya secara sama (individualita), artinya sepenuhnya partisipatif – emansipatif dalam prinsip "satu orang satu suara" (one man one vote). Sedang PT sering disebut sebagai "kumpulan uang", karena di dalam PT modal uanglah yang penting dan diutamakan, dalam wujudnya "Satu saham satu suara" (one share one vote).

Lebih dari itu, tidak seperti di dalam PT, di dalam Koperasi berlaku pedoman usaha bahwa anggota Koperasi adalah pelanggan dan pemilik sekaligus. Di dalam PT, pemilik adalah para pemegang saham yang bukan (tidak berperan sebagai) pelanggan. Jadi, koperasi bukanlah PT yang bisa diberi nama (didaftarkan sebagai Koperasi).

Dengan demikian pula Koperasi pembentukannya melalui suatu proses "bottom up", dari bawah ke atas, bukan "top down" atau dari atas ke bawah. Jadi "bos" dari Koperasi adalah para anggota Koperasi, bukan pengurus koperasinya atau pemerintah sebagai Pembina.

Mencermati Pasal 33 UUD 1945 walaupun sudah di amandemen empat kali, sehingga berbunyi :

* BAB XIV

* PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perubahan IV 10 Agustus 2002, sebelum berbunyi :

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

* (4) Berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

* (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam Undang-undang.

* Perubahan IV 10 Agustus 2002.

Meskipun Pasal 33 telah di amandemen dan Penjelasan tidak lagi ada, namun secara ideologis dan historis-normatif Koperasi tidak bisa dilepaskan dari Pasal 33. Bukan Pasal 33 yang melahirkan Koperasi, tetapi gerakan Koperasi lah (yang menyadari makna demokrasi ekonomi di zaman pra-kemerdekaan) yang melahirkan Pasal 33 UUD 1945.

Hingga sekarang UUD 1945 yang telah diamandeman masih merupakan persoalan yang belum berakhir, merupakan pertentangan nasional serius dan masih harus dianggap belum final. Gerakan Koperasi harus tetap bertekad memperjuangkan cita-cita dasarnya agar amandemen tersebut diamandemen ulang. Perkataan serta ide dasar Koperasi harus tetap diperjuangkan oleh gerakan koperasi agar dapat tercantum kembali di dalam UUD.

Kolaborasi Koperasi – Ukm/Umkm – Pengusaha Besar, Alangkah Indahnya

Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM/UMKM) saat ini sangat menjadi perhatian Pemerintah pusat dan daerah. Pasalnya, potensi Koperasi dan UKM/UMKM di Sumatera Utara cukup besar dan terus berkembang.

Di wilayah ini terdapat potensi Koperasi dan UKM/UMKM yang cukup besar. Sinergisitas pusat dan daerah sangat penting dan strategis, karena melalui evaluasi dan sinkronisasi guna merumuskan strategi yang wajib dilakukan oleh kita semua, sehingga apa yang telah ditetapkan untuk dicapai dari tahun ke tahun bisa dilaksanakan.

Terkait dengan pemberdayaan Koperasi dan UKM/UMKM, menginginkan potensi Koperasi dan UKM/UMKM bisa benar-benar dimaksimalkan Pemerintah daerah. Caranya dengan memberikan dukungan serta membuat kegiatan dan program dalam rangka menumbuhkan Koperasi dan UKM/UMKM.

Dengan adanya sinkronisasi antara program kementerian dengan pemerintah daerah melalui sinergisitas diharapkan pemberdayaan Koperasi dan UKM/UMKM di daerah bisa benar-benar dimaksimalkan. Kerjasama yang baik antera Kementerian Koperasi dan UKM/UMKM dengan pemerintah daerah melalui pemberdayaan Koperasi dan UKM/UMKM, merupakan salah satu cara untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia pada umumnya, dan daerah-daerah pada khususnya.

Tapi sekarang, tatkala berbicara tentang peran dan pentingnya ketahanan UKM/UMKM Nasional dalam era Globalisasi, keunggulan teknologi kita harus memprimadonakan UKM/UMKM dan Koperasi, dan harus mendorong pertumbuhan di sektor UKM/UMKM demi mengurangi tingkat pengangguran. Sektor tersebut sudah terbukti bisa menyerap banyak tenaga kerja baru. "Sektor bisnis Indonesia tidak bisa dilihat dari pasar modal, tetapi dari sektor UKM / UMKM".

Memang, menurut data, ternyata sektor UKM/UMKM mampu menyediakan 99,46% lapangan pekerjaan baru. Sementara sektor usaha yang lebih besar hanya 0,54% sehingga bisa menjadi kesenjangan dalam lapangan pekerjaan baru.

Meski secara nilai transaksi dalam ekonomi, antara sektor UKM / UMKM dan sektor usaha besar memberikan sumbangan yang hampir sama besar, Namun manfaat terhadap lapangan pekerjaan jauh lebih tinggi.

Koperasi harus merupakan "soko guru" perekonomian nasional, artinya kegiatan ekonomi rakyat dibawah UKM / UMKM mendukung perekonomian besar di atasnya (hubungan vertikal). Sebagai contoh Koperasi cengkeh dan Koperasi tembakau adalah soko guru Industri rokok kretek. Koperasi kopra adalah soko guru industri minyak goreng, dst. Para pedagang sektor informal (termasuk K-5) sebagai UMKM telah menyediakan kehidupan murah bagi buruh-buruh miskin dari perusahaan-perusahaan besar-kaya yang formal-modern. Proses merembes ke ataslah (trickle-up) yang terjadi di lapangan, yang kecil "mensubsidi" yang besar, bukan sebaliknya.

Pola pikir berdasar mekanisme merembes ke bawah (trickle-down mechanism) pada dasarnya merupakan suatu moral crime karena menganggap rakyat di bawah hanya berhak akan rembesan. Jelaslah bahwa sektor informal menjadi soko guru dari perusahaan-perusahaan besar itu. Maka petani tembakau dan petani cengkeh sebenarnya telah menjadi soko guru perusahaan-perusahaan rokok. Bagi mereka ini termasuk para penjual rokok dan para pecandu rokok perlu diatur agar dapat memiliki saham pabrik-pabrik rokok. Para pelanggan kebutuhan konsumsi sehari-hari patut ikut memiliki saham supermarket.

Demikian pula pelanggan telpon, harus dapat diatur dan difasilitasi agar mereka diutamakan bisa memiliki saham PT. Telkom, PT. Indosat dst. "Pemilik adalah pelanggan" inilah salah satu wujud nyata ekonomi berdasarkan co-operativism. Disinilah awal dari Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat (mikro – UMKM) dan keterkaitan vertikal serta horizontal dalam konsepsi "triple-co" (makro) akan menjadi rintisan bagi Koperasi dan sistem Koperasi sebagai pilar orde ekonomi harus sekaligus merupakan perencanaan sistem ekonomi. Alangkah indahnya jika terbentuk kolaborasi Pengusaha besar-Koperasi dan UMKM.***

Koperasi sebagai Lembaga Pembiayaan Alternatif

Pemerintah akan terus memperkuat koperasi sebagai lembaga pembiayaan alternatif bagi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, melalui gerakan masyarakat sadar koperasi (Gemaskop). Melalui Gemaskop, kami akan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berkoperasi. Selain itu kami melakukan revitalisasi koperasi dari sisi kelembagaan dan usaha," kata Deputi I Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM Kementerian Koperasi Setyo Heriyanto, kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (11/7).

Ia mencontohkan untuk merevitalisasi koperasi dari sisi kelembagaan, pihaknya melakukan pembinaan guna meningkatkan kemampuan lembaga alternatif pembiayaan itu, serta peningkatan penerapan akuntansi dan akuntabilitas. Koperasi, lanjut dia, juga didorong untuk berprestasi melalui berbagai lomba.

Yang tidak kalang penting, kata Setyo adalah, meningkatkan kepedulian dan keberpihakan pemerintah kabupaten dan kota terhadap koperasi serta melakukan pemeringkatan koperasi.

Sedangkan revitalisasi dari sisi usaha menurut dia, meliputi modernisasi koperasi melalui teknologi informasi, memfasilitasi hak atas kekayaan intelektual produk-produk yang dihasilkan koperasi serta mendorong instansi terkait untuk peduli pada koperasi.

"Semua itu kita lakukan untuk memperkuat koperasi sebagai lembaga alternatif pembiayaan," kata dia.

Setyo mengatakan saat ini terdapat 74.000 koperasi simpan pinjam termasuk unit permodalan yang melayani pembiayaan kepada masyarakat. Dari sisi permodalan, saat ini koperasi simpan pinjam memiliki aset sebesar Rp17 triliun.

Terapkan Manajemen Risiko

Pembiayaan

"Peran koperasi sebagai lembaga pembiayaan sudah berjalan dengan menerapkan aspek-aspek manajemen risiko pembiayaan," ujar dia.

Menurut dia, untuk meningkatkan manajemen risiko, koperasi telah menyisihkan sebagian dana cadangan dari sisa hasil usaha (SHU) untuk mengantisipasi apabila terdapat pembiayaan yang macet pembayarannya.

"Besaran dana cadangan yang disisihkan dari SHU persentasenya tentu beragam, ada yang satu persen, ada juga yang dua persen, yang terpenting koperasi harus memiliki manajemen risiko yang baik," kata dia.

Dia mengatakan saat ini Kementerian Koperasi juga telah melakukan pemeringkatan terhadap 54.000 koperasi, untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing koperasi di bidang kelembagaan. "Pemeringkatan ini akan terus kami lakukan, untuk dapat memajukan koperasi," ujar dia.

Menurut dia tantangan koperasi saat ini, khususnya di sektor produksi, yakni untuk lebih meningkatkan efisiensi dan daya saing, dengan menciptakan produk yang murah namun berkualitas, agar mampu bersaing dengan produk lain.

Setyo mengatakan untuk memperingati Hari Koperasi 12 Juli, Kementerian KUKM akan memberikan penghargaan kepada koperasi berprestasi di seluruh Indonesia.

"Rencananya acara akan kami lakukan di Palangkaraya, Kamis. Di sana akan ada laporan dari Dewan Koperasi Indonesia dan penyerahan penghargaan. Puncak acaranya akan ditutup dengan pidato dari bapak Wakil Presiden Boediono," kata dia.

Banyak Koperasi Gagal Karena Kesalahan Kebijakan Pemerintah

Oleh : Drs. H. Syarifuddin Sidabutar, MAP. Pada 7 Januari 2012 Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan berbicara setelah memberikan orasi ilmiah pada peringatan milad ke-60 Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Al Munawarah Jl. Sisingamangaraja Medan. Menteri mengatakan pemerintah telah membuat program untuk membangkitkan koperasi, pemerintah siap melakukan segala upaya menyokong kembali bangkitnya KUD.
Menurut menteri kesempatan bagi koperasi berkembang begitu besar sebab pemerintah memberikan peluang kepada koperasi sebagai pengelola tunggal. Untuk menyeleksi koperasi mana saja yang memenuhi syarat dan tidak diserahkan kepada pemda-pemda setempat. Selanjutnya dikatakan pemerintah pasti memberikan dukungan kebangkitan koperasi, kalau mereka perlu pelatihan akan dilatih dan kalau butuh Kredit Usaha Rakyat (KUR) akan diberikan.

Pidato pengarahan Gubernur Sumatera Utara pada pelaksanaan apel pagi senin 13 Februari 2012 di Medan juga mengatakan saat ini pemerintah sedang memberikan dorongan penuh bagi sektor Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro ditanah air. Sektor ini merupakan salah satu uggulah yang diandalkan sebagai Masterplan dan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI).

Masterplan dan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi Negara maju dan termasuk 10 negara besar di dunia pada tahun 2025, melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusip berkeadilan, dan berkelanjutan.

Untuk mencapai hal tersebut diatas diharapkan pertumbuhan ekonomi riil rata-rata sekitar 7- 9% per tahun secara berkelanjutan. Hal tersebut diatas dapat dilakukan melalui koridor ekonomi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang memiliki beberapa keunggulan untuk terus kita kembangkan dan bina sehingga mampu manggerakkan sektor perekonomian dan memberikan kontribusi dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, serta memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi pembangunan ekonomi dan percepatan pertumbuhan ekonomi sacara nasional.

Sejalan dengan itu Gubernur Sumatera Utara mengatakan semua SKPD yang ada harus dapat mengembangkan dan membina Koperasi dan Usaha-usaha Mikro, Kecil dan Menengah dilingkunganya masing-masing, sehingga mampu tumbuh dan berkembang untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta perekonomian Sumatera Utara secara umumnya. Selanjutnya Gubernur mengatakan sesuai visi misi pemerintah sumatera utara agar semua SKPD yang terkait harus fokus pada "rakyat punya masa depan", dimana hal ini akan menumbuhkan, membina dan mengembangkan koperasi dan UMKM dengan tujuan dan sasaran memberdayakan kegiatan ekomomi produktif riil sesuai tugasnya masing-masing.

Juga gubernur mengharapkan agar semua instansi baik pemerintah maupun swasta agar melakukan repitalisasi kembali lembaga atau koperasi dilingkunganya agar dapat berdaya guna dan berhasil guna serta berperanan dan berfungsi sesuai cita-cita dan harapan pendirinya.

Dalam salah satu pertemuan dihadapan pembina koperasi Busnil Arifin SH sebagai menteri koperasi mengatakan bahwa membina koperasi adalah tidak mudah, kalau membina perusahaan biasa ditentukan sasaranya terlebih dahulu dan strateginya untuk mencapai sasaran keuntungan yang maksimal, maka dengan pengerahan dana dan daya diharapkan dapat dicapai sasaran tersebut. Pada koperasi lain disamping faktor usaha ekonominya teryata unsur manusia harus memperoleh perhatian utama yang banyak memerlukan konsentrasi fikiran.

Memerintahkan Kepada 12 Menteri

Pada 27 Maret 1984 Presiden Soeharto telah mengeluarkan Intruksi no 4 tahun 1984, tentang pembinaan dan pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD), yang isinya memerintahkan ke pada 12 Menteri, Meteri Koperasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan,Menteri Transmigrasi,Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perindustrian, Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Perhubungan , Menteri Penerangan), Gubernur Bank Indonesia, Kepala Badan Urusan Logistik serta Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk melaksanakan pembinaan, perlindungan dan bantuan dalam rangka pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD)

Kemudian pada Hari Koperasi tanggal 12 juli 1985 Presiden Soeharto mencanangkan menjadikan gerakan koperasi sebagai gerakan nasional. Pembinaan KUD daharapkan untuk dapat mengatasi masalah-ekomomi di pedesaan, pemerintah berharap agar KUD pada suatu saat nanti dapat menjadi urat nadi perekonomian di daerah pedesaan yang dikelola oleh kekuatan dan kemampuan masyarakat sendiri. Berbagai pasilitas diberikan temasuk pemberian tenaga kerja memajer PNS namun maksud baik pemerintah tersebut ditanggapi lain oleh kalangan masyarakat pedesaan sendiri, maka timbul pertanyaan KUD milik siapa?

Ada yang mengatakan milik pemerintah, sebab keikut sertaan pemerintah dalam membina pada awal pertumbuhan cukup mendalam meskipun dengan maksud setelah kuat akan dilepas agar mampu berdiri sendiri. Berbagai kelemahan dalah pembinaan KUD selama ini antara lian :

1.Masyarakat pedesaan yang umumnya berpendidikan rendah

2. KUD adalah sosok yang asing yang memerlukan waktu lama untuk mengenalkannya. Harus membuktikan kelebihan dirinya dulu, memberikan manfaat bagi masyarakat desa baru di adopsi

3. Pemerintah gigih meyakinkan masyarakat tentang peran dan fungsi KUD sebagai usaha ekonomi milik rakyat, karena bagian terbesar dari anggota KUD adalah petani pangan, petani pangan ini mengharapkan begitu panen mereka terus bisa menjual hasilnya. Tapi koperasi tidak menampung hasil tersebut dengan alasan produksi tersebut belum memenuhi standar, tetapi ternyata pedagang diluar koperasi mampu membeli produksi petani dalam berbagai kualitas. Akibatnya KUD terkesan tak " akrab" denga hasil pertanian masyarakat.

4. Buruknya manajemen yang merata dikalangan KUD kemampuan para pengurus rendah

5. KUD telilit kredit macet,KUD dijadikan pemerintah menjadi alat mengejar swasenbada pangan dan untuk itu KUD dipasilitasi kredit, KUD yang menandatangani akad kredit dengan Bank, tetapi harus disalurkan kemasyarakat dengan syarat yang ditentukan pemerintah dan syarat tersebut kadang-kadang tidak dibawah kendali KUD,

6. Kurangnya partisipasi anggota dan rasa pemilikan KUD berakibat upaya untuk segera melakukan cross ckek penyelewengan tak kunjung tiba, buntut nya koperasi bangkrut

7. KUD multi fungsi, multi komoditi, multi keanggotaan, dan multi kepen tingan menimbulkan berbagai aspirasi sehingga sulit untuk memenuhi keinginan semua pihak, dilain pihak kapasitas manajemen sangan terbatas.

8. Penilaian KUD menjadi KUD mandiri terlalu sulit dipenuhi sehingga tidak mustahil ada rekayasa yang sebenarnya merugikan koperasi sendiri karena lama-kelamaan akan ketahuan borok-boroknya

9. Koperasi ádalah organisasi yang transparan kepada anggota. Kalau ada bantuan diberikan ke koperasi , tetapi bantuan tersebut tidak utuh seratus persen diterima ini bisa mengundang kecurigaan-kecurigaan dari anggota koperasi.

Beberapa solusi untuk mengefektifkan dan mengefisienkan KUD: memerlukan terobosan berupa :

1. Diperlukan penataan keanggotaan KUD dengan memilih anggota yang benar-benar mau dan potensial demi kemajuan koperasi, seleksi anggota koperasi tahap diharapkan akan menumbuhkan koperasi menjadi organisasi yang sehat .

2. Untuk menyederhanakan pelaksanaan dan memperbaiki citra buruk masyarakat terhadap KUD, perombakan keangotaan melalui unit lebih kecil, koperasi dapat berupa koperasi " desa, kampung, atau kelompok" sesuai dengan bayaknya anggota masyarakat yang memehuni syarat..

3. Organisaai koperasi perlu ditata kembali dan disederhanakan, ragam koperasi yang kita jumpai saat ini kurang memberi makna yang jelas, padahal rata-rata koperasi tersebut hampir melakukan kegiatan yang sejenis. Sebaiknya penjenisan koperasi cukup :Koperasi produksi, Konsumsi, Simpan pinjam dan Serba usaha.

4. Kedinamisan di dalam koperasi perlu dikembangkan dengan memperhatikan aspek solidaritas dan aspek indipidualitas.

5. Salah satu upaya untuk mereduksi ketidak pastian bisnis dibidang koperasi adalah penyediaan aturan (rule) sebagai barang publik yang bersipat fasilitatif, mana- mana bagian yang diberikan prioritas kepada koperasi dan ini adalah tugas pemerintah

6. Campur tangan pemerintah yang berlebihan membuat gerakan koperasi kian tercecer dari laju pertumbuhan nasional seperti proses pendirian koperasi , pengelolaan koperasi, tidak mendorong kreatifitas dan inisiatif anggota, kekakuan menafsirkan makna UU No 12 tahun 1967, tentang pokok-pokok perkoperasian yang memperparah kreatifitas dan inisiatif anggota

7. Loyalitas pengurus koperasi bukan kebawah (keanggotanya) tetapi keatas (orang yang mengangkatnya).

8. Campurtangan dalam pengangkatan pengurus apalagi pengurus bukan berasal dari anggota mengandung resiko besar berdampak negative terhadap kepercayaan anggota dan memerlukan mekanisme control secara khusus.

9. Bantuan pemodalan kepada koperasi hendaknya tidak berbentuk "jatah" tapi benar-benar atas kebutuhan, dapat diajukan berupa proposal dan dihindari penyususnan proposal yang terburu buru setelah ditentukannya "jatah"

10. Diperlukan kominmen yang lebih jelas tampa mempertentangkan kepentingan pertumbuhan dan pemerataan kesempatan. Bagian koperasi tak ubahnya seperti sepenggal roti dipotong, inti bisnisnya diberikan kepada swasta dan BUMN, remah remahnya diberikan kepada koperasi. Harusnya koperasi digerakkan agar distribusi dari pemilikikan asset dan kekayaan dan kesempatan berusaha dalam masyarakat diperbaiki secara fungsional dan terus menerus.

11. Seperti kata menteri koperasi Bustanil Arifin SH jauh lebih mudah membangun usaha biasa, dari pada koperasi oleh sebab itu diperlukan tenaga-tenaga pembina koperasi secara khusus dan untuk itu perlu peningkatan kompetensi para pembina koperasi dan fasilitasnya.***

Penulis adalah mantan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara