BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah di negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut
secara aktif dalam upaya membangun koperasi. Keikutsertaan Pemerintah
negara-negara sedang berkembang ini, selain didorong oleh adanya
kesadaran untuk turut serta dalam membangun koperasi, juga merupakan hal
yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal ini antara lain
didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang
berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri.
Ada beberapa segi koperasi yang
pembangunannya memerlukan bantuan pemerintah. Di satu pihak, melalui
beberapa Departemen teknis yang dimilikinya, Pemerintah diharapkan dapat
melakukan pembinaan secara langsung terhadap kondisi internal koperasi.
Sebagaimana terjadi di Indonesia, Departemen Koperasi dan PPK misalnya,
dapat melakukan pembinaan dalam bidang organisasi, manajemen, dan usaha
koperasi. Sedangkan departemen-departemen teknis yang lain dapat
melakukan pembinaan sesuai dengan bidang teknis yang menjadi
kompentensinya masing-masing.
Agar keikutsertaan pemerintah dalam pembinaan koperasi itu dapat
berlangsung secara efektif, tentu perlu dilakukan koordinasi antara satu
bidang dengan bidang lainnya. Tujuannnya adalah terdapat keselarasan
dalam menentukan pola pembinaan koperasi secara nasional. Dengan
terbangunnya keselarasan dalam pola pembinaan.koperasi, maka koperasi
diharapkan dapat benar-benar meningkat kemampuannya, baik dalam
meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat di sekitarnya, maupun
dalam turut serta membangun sistem perekonomian nasional.
Di pihak yang lain, dengan kekuasaan yang dimilikinya, Pemerintah
diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang mendorong perkembangan
koperasi secara sehat. Sebagai organisasi ekonomi, perkembangan koperasi
tidak mungkin dapat dilepaskan dari kondisi persaingan yang dihadapinya
dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain. Persaingan koperasi dengan
pelaku-pelaku ekonomi yang lain ini, selain memiliki arti positif, dapat
pula memiliki arti negative bagi perkembangan koperasi. Hal itu sangat
tergantung pada iklim usaha tempat berlangsungnya proses persaingan
tersebut. Sehubungan dengan itu. Maka Pemerintah diharapkan dapat
menjamin berlangsungnya proses persaingan itu secara sehat.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan ini ialah untuk membahas kebijakan pembangunan
koperasi di Indonesia.. Selain itu, tujuan daripada penulisan ialah
untuk mengetahui sasaran dan pola pengembangan koperasi yang ditempuh
pemerintah selama ini.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan ini ialah perkembangan koperasi, khususnya
koperasi di Indonesia. Serta kebijakan Pemerintah dalam pembangunan
koperasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kebijakan Pembangunan Koperasi
Selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama, pembangunan
kopersi di Indonesia telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup memuaskan.
Selain mengalami pertumbuhan secara kuantitatif, secara kualitatif juga
berhasil mendirikan pilar-pilar utama untuk menopang perkembangan
koperasi secara mandiri. Pilar-pilar itu meliputi antara lain: Bank
Bukopin, Koperasi Asuransi Indonesia, Kopersi Jasa Audit, dan Institut
Koperasi Indonesia.
Walaupun demikian, pembangunan koperasi selama PJP I masih jauh dari
sempurna. Berbagai kelemahan mendasar masih tetap mewarnai wajah
koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu misalnya adalah: kelemahan
manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan modal, dan
kelemahan pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih
kurang kondusif bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara
kuantitatif an kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun
perkembangannya tergolong masih sangat lambat.
Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi dalam era PJP I itu,
maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II diharapkan lebih
ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun perusahaan
yabg sehat dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa
dapat lebih ditingkatkan pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran
pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu pertumbuhan koperasi yang sehat
dan kuat.
Untuk mencapai sasaran itu, maka sebagaimana dikemukakan dalam GBHN,
kebijakan umum pembangunan koperasi yang dijalankan oleh pemerintah
dalam Pelita VI ini diarahkan untuk mengembangkan koperasi menjadi makin
maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat, serta menjadi
badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha,
terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan
demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka
pembangunan koperasi diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan
organisasi, manajemen, kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung
oleh peningkatan jiwa dan semangat berkoperasi menuju pemantapan
perannya sebagai sokoguru perekonomian nasional.
2.2. Sasaran Pembangunan Koperasi
Agar dapat bersikap proaktif, koperasi tentu dituntut untuk memiliki
rumusan strategi yang jelas, artinya selain harus memiliki tujuan dan
sasaran usaha yang berorientasi ke depan, koperasi juga dituntut untuk
merumuskan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan dan sasaran
tersebut. Sebagaimana misal, guna mendukung peningkatan profesionalitas
usahanya, maka setiap koperasi harus secara tegas menentukan misi
usahanya. Kecenderungan koperasi untuk melakukan diversifikasi usaha
semata-mata untuk melayani kebutuhan anggota sebagaimana berlangsung
selama ini, tentu perlu dikaji ulang secara sungguh-sungguh. Selain itu
agar masing-masing unit usaha koperasi benar-benar memiliki keunggulan
kompetitif terhadap pelaku-pelaku ekonomi yang lain, maka setiap unit
usaha koperasi tidak bisa tidak harus memilih apakah akan bersaing
dengan menonjolkan aspek keunikan produk, harga murah, atau focus pada
sasaran pasar tertentu.
Sehubungan dengan itu, maka beberapa sasaran utama pengembangan
koperasi yang hendak ditempuh pemerintah dalam era PJP II ini adalah
sebagai berikut:
a) Pengembangan Usaha
b) Pengembangan Sumber Daya Manusia
c) Peran Pemerintah
d) Kerja sama Internasional
2.3. Pola Pembangunan Koperasi
Peran koperasi dalam era PJP I setidak-tidaknya meliputi tiga hal sebagai berikut:
- Pertama, koperasi diharapkan mampu mengakomodasi dan menggerakan potensi masyarakat golongan ekonomi lemah.
- Kedua, koperasi adalah lembaga yang keberadaannya sangat diperlukan oleh sebagian besar bangsa Indonesia.
- Ketiga, koperasai adalah lembaga ekonomi yang diharapkan dapat berperan utama sebagai agen pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.
Beberapa kriteria kualitatif tentang pola pembangunan koperasi dalam
era PJP II, yaitu sebagaimana diusulkan oleh Lembaga Manajemen UI
(1994), adalah sebagai berikut:
a) Koperasi harus memiliki kemampuan untuk mengantisipasi kecenderungan perubahan lingkungan.
b) Koperasi harus mampu bersaing dengan kekuatan ekonomi bukan koperasi.
c) Pengurus dan manager koperasi harus berjiwa wiraswasta.
d) Koperasi harus mampu mengembangkan sumber daya manusia
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Untuk mencapai sasaran perekonomian koperasi di Indonesia, maka
sebagaimana dikemukakan dalam GBHN, kebijakan umum pembangunan koperasi
yang dijalankan oleh pemerintah dalam Pelita VI ini diarahkan untuk
mengembangkan koperasi menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin
berakar dalam masyarakat, serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu
berperan di semua bidang usaha, terutama dalam kehidupan ekonomi
rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan koperasi diselenggarakan
melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen, kewiraswastaan, dan
permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan semangat
berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian
nasional.
3.2. Saran
Pemerintah diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang mendorong
perkembangan koperasi secara sehat. Sebagai organisasi ekonomi,
perkembangan koperasi tidak mungkin dapat dilepaskan dari kondisi
persaingan yang dihadapinya dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain.
Persaingan koperasi dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain ini, selain
memiliki arti positif, dapat pula memiliki arti negative bagi
perkembangan koperasi. Hal itu sangat tergantung pada iklim usaha tempat
berlangsungnya proses persaingan tersebut. Sehubungan dengan itu. Maka
Pemerintah diharapkan dapat menjamin berlangsungnya proses persaingan
itu secara sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar