Selasa, 10 Juli 2012

Koperasi Susu Amul India

Mewujudkan industri perususuan oleh perkoperasian, butuh perjuangan panjang. Juga keberanian dan konsistensi mengaspirasikan kebutuhan segenap anggota. Seperti apa inovasi di tingkat bawah?

Mengidentikkan India hanya dengan dunia perfilman sarat tarian erotis, tidaklah tepat. Sebab, dalam kurun sepanjang enam dekade terakhir negeri berpenduduk terpadat kedua dunia ini, sungguh serius membangun industri persusuan. Yang menarik, sistem industri persusuan itu diwujudkan melalui kelembagaan koperasi secara konsisten.

Tak salah lagi, pelopor persusuan di India adalah Amul. Didirikan pada tahun 1946, Amul memulai gerakan koperasi susu di India. Saat itu mereka sudah membentuk satu organisasi koperasi puncak bernama Perusahaan Persatuan Pemasaran Koperasi Susu Gujarat (Gujarat Cooperative Milk Marketing Federation, GCMMF). Hingga sekarang, persatuan pemasaran susu ini dimiliki bersama oleh sejumlah 2,2 juta produsen susu di Gujarat, India.

Produk turunan yang mampu dihasilkan sangat bervariasi. Termasuk susu bubuk, susu cair, susu beraroma,susu kental manis, mentega, keju, coklat, es krim hingga pizza. Khusus dalam konteks menembus segmentasi pasar, mereka juga sudah memiliki brandname tersendiri yaitu Amul Masti and The Amul Shakti & Nutramu. Yang pasti, nama merek dari minuman- makanan kesehatan ini sudah dikenal secara luas di seluruh India dan luar negeri. Ini semua menjadikan Amul sebuah merek makanan terbesar di India. Saat ini omset (turnover) tahunannya mencapai sekitar 600 juta Dolar AS atau sekitar Rp 60 miliar per tahun.

Tujuan utama dari GCMMF menurut Dr V Kurien yang pimpinan GCMMF adalah bertekad mewujudkan sebuah bangunan satu kekuatan masyarakat ekonomi India. Caranya? Melalui pembaharuan jaringan koperasi untuk menyediakan layanan dan produksi industri persusuan yang berkualitas. Sehingga mampu meningkatkan nilai tukar ekonomi masyarakat, yang berbentuk pengembalian modal maupun konsumsi kepada anggota-anggota kopersi atau para peternak sapi.

V Kurien mengakui, jalan yang harus ditempuh memang malang-melintang serta mengandung beberapa tantangan berat. Kendati begitu, pihaknya bertekad terus melanjutkan perjuangan panjang tersebut. Pihaknya juga menyadari, langkah ini membutuhkan keberanian secara konsisten. Kita harus mengikuti garis melintang yang bahkan lebih sedikit dapat memimpikan mengikutinya sebelumnya. “Kami tetap berpegang pada keyakinan terhadap tujuan institusi koperasi dan mengaspirasikan jutaan penduduk pedesaan yang menjadi anggota kami,” ungkap V Kurien yang dijuluki Manusia Susu India.

Apa kunci sukses mereka membangun industri susu? Salah satunya, bidang teknologi informasi memang memainkan peran yang signifikan dalam mengembangkan merek Amul. Bayangkan saja, mengatur aspek logistik hingga mengkoordinasi pengumpulan volume sebesar 7 juta liter susu per hari dari seluruh India, tentu bukan pekerjaan sembarangan. Termasuk mengorganisasi tak kurang dari 11.400 komunitas kampung, yang masing-masing merupakan anggota masyarakat koperasi pedesaan melalui sentra di Gujarat. Belum lagi serangkaian aktivitas penyimpanan prosesing hingga menghasilkan produk susu pada 12 wilayah gabungan, sungguh sebuah kinerja yang mengagumkan.

Secara operasional, mereka memasang instalasi dari 4.000 unit pengolahan melalui sistem pengumpulan susu otomatis (Automatic Milk Collection System Units, AMCUS) di masyarakat pedesaan. Manfaatnya, untuk menangkap berbagai informasi dari anggota. Misalnya mencakup kandungan kadar gemuk susu, pengumpulan volume sampai jumlah yang dapat dibayarkan untuk masing-masing anggota koperasi. Sistem ini sudah lama disetujui dan diterapkan secara disiplin. Apa jaminannya? Semua proses ini dilakukan secara transparan melalui seluruh jaringan organisasi Amul.

Hingga tahun 1996, Amul merupakan salah satu organisasi usaha besar pertama di India yang menerapkan manajemen modern. Termasuk kemampuannya memakai komputerisasi atau situs internet. Bukan hanya kalangan distributor Amul, tetapi para konsumen juga dapat memesan produk susu melalui dunia maya ini.

Langkah inovasi tidak hanya terjadi di tingkat koperasi sekunder. Salah satu anggota dari GCMMF yaitu Koperas Banas misalnya, juga sudah memulai satu inisiatif unik yang disebut proyek The Internet Sewa di wilayah mereka di Banaskantha. Ini adalah satu usaha tingkat desa yang dapat menghubungkan penyediaan layanan digital melalui kios informasi pada tingkat koperasi desa.

Maksudnya, setiap desa mempunyai satu kios informasi. Ini merupakan satu titik dari kontak untuk internet. Termasuk berbagai aktifitas maya pemerintah untuk memajukan koperasi. Formulir resmi, kebutuhan praktis pekerjaan-pekerjaan desa hingga dokter hewan, pertanian dan rincian informasi perkawinan sapi dapat diakses. Di situ juga tersedia informasi harga pasaran susu dan aktivitas pilihan jual-beli sejumlah aspek persusuan. Sehingga masyarakat tidak harus bepergian ke seluruh penjuru wilayah ibukota untuk mendapatkan informasi ini.Tetapi cukup melihat secara aktual di situs http://www.banas.chiraag.com.

Dari situ akan terhubungkan ke beberapa situs. Peralatan nirkabel ini tentu saja menjadikan ongkos transaksi relatif lebih murah. Apalagi sejak tersedianya hanya satu sistem harga yang diperbarui setiap waktu dan mengurangi timbulnya harga yang berulang.

Demi meningkatkan standar hidup anggota peternak dan memfasilitasi akses layanan internet maupun jaringan telepon VOIP, Wilayah Gabungan juga menyediakan jasa layanan internet menggunakan Kios Informasi Desa. Saat ini layanan ini juga sudah mendapat subsidi dari pemerintah. Dengan syarat, tujuannya harus khusus alias untuk memandirikan layanan kios secara berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar